
Kamis (31/8) pagi itu, dua perawat sudah sibuk mencari urat nadi di tangan kananku untuk memasukkan jarum infus. Berikutnya suntikan untuk mengetahui kemungkinan aku menderita alergi tertentu. Persiapan awal lain beruntun dilakukan, seperti tes jantung sebelum akhirnya aku diminta memakai baju khusus untuk masuk ruang bedah.
Sekitar pukul 09.00 WIB, aku pindah ke ranjang yang kemudian didorong ke ruang anesthesi. Di ruang itu kulihat sejumlah pasien juga tengah menunggu giliran operasi.
Terakhir aku masih melihat jarum jam di dinding ruang bedah menunjuk angka mendekati pukul 10.00 WIB. Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi sampai berikutnya sadar ketika mendengar ucapan salah seorang perawat,"Sudah selesai, Pak, operasinya!" Hampir empat jam aku tidak sadarkan diri dan menjalani operasi.
Sebelum kembali ke ruang perawatan, aku masih di atas ranjang beroda dan didorong menuju ruang rontgen. Kembali ke paviliun, pindah kembali ke ruang perawatan. Sama sekali tak ada yang istimewa. Semua aman.
Tak ada anggota keluarga lain yang menyambut usai operasi. Aku sendiri sengaja memberi tahu adik-adikku begitu pelaksanaan operasi usai. Aku tak ingin merepotkan mereka yang tentu punya kesibukan sendiri di hari kerja ini. Kedua orangtuaku yang sedang menjaga Dini, anak bungsuku di rumah juga kuminta tidak buru-buru datang ke RSAL. Selain lantaran lokasi kamarku jauh dari pintu masuk utama, aku anggap operasi ini tidak terlalu istimewa sehingga aku bisa segera kembali pulang.
Ketika masuk kembali ke ruang perawatan, aku baru menyadari di ruangan itu tinggal ada dua pasien, aku dan pak Yahya. Pria keturunan Arab ini malah sudah dua bulan menjalani perawatan akibat luka parah di kaki kanannya. Akibat operasi yang dia jalani ternyata daging di bagian pahanya tidak bisa tumbuh normal sehingga menimbulkan lubang hingga ke tulangnya. Wah!
Ruang kelas 3 ini terasa lengang hanya dengan dua pasien. Antar pasien bisa saling lihat karena tidak ada sekat yang memisahkan. Ini juga yang sering bikin pasien kehilangan rasa privasi. Meski semua pasien lelaki, namun yang jaga bisa istri, saudara perempuan, atau ibunya. Di saat seorang pasien harus menjalani perawatan khusus di salah satu bagian tubuhnya, bisa saja terlihat bebas oleh orang lain di ruangan itu.
Tadinya aku sempat minta pindah ke ruang kelas 2. Tapi, lagi-lagi terbentur masalah biaya. Ya sudahlah, toh kata perawat saya cuma akan dua atau tiga hari di rumah sakit itu.
Malam itu istriku bisa tidur sedikit enak di atas ranjang di sebelah kiriku yang semula di tempati anak kecil dengan luka di tangan kirinya itu. Tapi itu tidak lama. Lewat tengah malam, terdengar suara sedikit sibuk para perawat yang mempersiapkan ranjang di sudut dekat pintu ke kamar mandi.
Ada pasien baru. Kali ini namanya pak MAsrukan. Pria asal Probolinggo ini mengalami kecelakaan di kawasan Kebun Binatang Wonokromo. Gara-gara ngantuk sepulang menjalankan tugas di Madura, motor yang dikendarai pria dengan logat Madura kental ini membentur trotoar. Persis seperti aku, tulang belikat kiri patah. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar