08 Agustus 2008

DaRK nIGhT @ RSAL


Tentu bukan kesengajaan jika isi berikut blog ini adalah kisah --yang lagi-lagi-- mengenai clavicula. Setelah sekian lama dijejali kesibukan rutin liputan dan liputan, akhirnya aku harus menetapkan waktu untuk melepas pen di tulang belikat kiri ini.

Sebuah pilihan yang sekali lagi terpaksa. Karena, jujur, aku sebetulnya tak menghendaki adanya aksi operasi apa pun yang buntutnya kembali berhubungan dengan rumah sakit. Tapi kecelakaan berikutnya yang terjadi tanggal 7 Juni 2008 lalu membuatku tak bisa mengelak operasi pengambilan pen ini.

Aku sendiri tak melihat adanya keterkaitan antara kecelakaan kedua di depan Bank Niaga Sidoarjo itu dengan keharusan menjalani operasi pengambilan pen. Sebab, waktu itu, kecelakaan tak membuat diriku terlalu 'merana' dibanding kecelakaan pertama di kawasan Jl Urip Sumoharjo. (baiknya aku pisahkan cerita kecelakaan kedua itu pada bagian tersendiri ya).

Namun, sepulang dari pelancongan ke Malaysia, saat bangun pagi mendadak terasa ada tonjolan di bagian pundak kiri. Ketika aku periksakan ke dokter Erwin Manaf --dokter yang merawatku khusus untuk kasus bedah tulang clavicula ini-- dan dari hasil rontgen dicurigai adanya posisi pen yang miring.

Kenapa? "Mungkin karena mur yang kendor!" Jawaban dokter ini tak hanya bikin kepala jadi pening, tapi hati juga resah. Lha mur kok kendor, kayak mur motor yang kendor kalau lepas kan onderdil bisa lari kemana-mana!

Keresahan itulah yang akhirnya membuatku mengambil keputusan untuk segera melakukan operasi pengambilan pen!

setelah berunding dengan pihak PSDM di kantor, aku menghubungi kembali dokter Erwin untuk menyepakati tanggal 30 Juli 2008 aku masuk RS TNI AL dr Ramelan. Dokter Erwin yang berpangkat mayor TNI Angkatan Laut itu memang praktek di rumah sakit tersebut. Selain itu, rumah sakit ini kupilih, karena biaya operasi bisa lebih murah (kalau aku kembali ke RS Delta Surya Sidoarjo bisa mencapai Rp 11juta-12juta, belum termasuk obat-obatan dan lain-lain).

Sementara di RSAL hanya sekitar Rp 3,5 juta-4,5 juta hanya untuk bea operasinya. Dan kebetulan kantorku sudah menjalin kerja sama dengan RSAL sehingga proses administrasi bisa dilakukan dengan mudah.

Resikonya memang jadi jauh dari rumah. Tapi mau bagaimana lagi. Soal dana ini harus lebih diutamakan agar aku tak tekor gara-gara nambahin bea operasinya nanti.

Hari pertama masuk rumah sakit menimbulkan rasa tegang dalam hati. Sekitar pukul 18.00 WIB aku bersama istri masuk lobi UGD untuk melakukan pendaftaran. Sambil menunggu proses input data administrasi, aku diminta kembali rontgen.

Begitu mendapat informasi ruang tempat aku menjalani perawatan, aku dan istri langsung mencarinya dengan menapaki koridor rumah sakit yang lumayan besar itu. Akhirnya kami sampai di paviliun C-1.

Saat itu dari enam ranjang yang mengisi ruangan berukuran sekitar 6x6 meter itu hanya menyisakan dua ranjang kosong, termasuk yang akhirnya aku isi. Beruntung aku mendapat posisi tepat di sisi jendela dekat pintu masuk. Di sebelahku ada pasien anak-anak yang tampaknya mengalami patah tulang di tangan kirinya. Lainnya, orang dewasa dengan kasus mirip, patah tulang dengan posisi berbeda-beda.

Aku melihat jam dinding yang masih menunjuk angka 19.30 WIB. Masih cukup lama untuk menambah porsi ketegangan sampai esok pagi dilakukan operasi. Akhirnya kuajak istriku pelesir ke Royal Plaza, yang persis ada di depan rumah sakit ini. Dari sekadar ingin melepas keresahan hati lalu kuputuskan masuk gedung bioskop di lantai paling atas. Filmnya: Dark Night, film yang laris saat ini dan menduduki posisi puncak Box Offfice.

Alih-alih melepas ketegangan, film yang ternyata durasinya hampir dua jam ini malah membuat ketegangan berikutnya. Selain lantaran alur cerita yang sangat menyita perhatian serius, di tengah-tengah keasyikan menonton HPku berdering. Dari kantor!

"Sampean dicari orang RSAL. Ditunggu di paviliun C-1!" begitu pesan operator telepon di kantorku saat telepon aku jawab.

Lha! Tanpa menunggu film selesai, kami akhirnya meninggalkan gedung bioskop. Saat sampai di pintu depan paviliun C-1, kami baru sadar, pintu kaca itu dalam keadaan terkunci!
Inilah kesalahan pertama masuk RSAL, tidak menanyakan prosedur 'lalu lintas' ruang perawatan.

Belakangan baru kuketahui bahwa setiap pukul 22.00 WIB, pintu paviliun memang dikunci. Dengan wajah bersungut, salah seorang perawat yang membukakan pintu paviliun menambahkan pesan,"Pak puasa ya, besok kan operasi!" (*)

Tidak ada komentar: