25 Maret 2008

Bermain-main dengan Pussy


Kecintaannya dengan hewan trah harimau ini sudah melekat sejak kecil. Waktu remaja, wanita bernama lengkap Ratih Sri Umiyati ini mengawali dengan memelihara kucing lokal. Di rumahnya terdapat sedikitnya lima ekor kucing kampung.
“Waktu itu Mama melarang memelihara kucing ras karena dianggap belum mampu dan belum memiliki tanggung jawab terhadap hewan yang harganya tidak murah,” papar Ratih, begitu wanita ini akrab disapa ketika disambangi Surya di rumahnya di Graha Family, Kamis (31/5). Ditambahkan, dulu kucing ras memang sangat sulit didapat sehingga harganya pun relatif mahal.
Setelah menikah, bungsu dari empat bersaudara ini ternyata mendapat dukungan penuh dari suami untuk memelihara kucing ras. Bisa dimaklumi. Pasalnya, sang suami waktu masih di Kanada juga pernah memiliki beberapa ekor kucing Persia.
Dan kini, di rumahnya seakan jadi ‘kerajaan kucing’. Sedikitnya 70 ekor kucing jenis Persia menghuni setiap sudut rumahnya, bahkan kamar-kamar di rumah tersebut ‘dikuasai’ binatang peliharaan berbulu lebat itu. “Kucing Persia pertama yang saya miliki saya beli dengan harga Rp 1.750.000. Kucing jantan bernama Simba itu sangat menarik dengan warna krem,” tuturnya.
Sejak memiliki Simba, maka wanita cantik kelahiran Surabaya, 27 Maret 1973 ini lalu mengenal dokter hewan, rumah sakit hewan, petshop, serta komunitas kucing. Sejak itu pula perburuan terhadap kucing Persia berkualitas pun dimulai. “Setelah yakin mampu memelihara dengan benar, saya akhirnya mencoba mendatangkan kucing-kucing berkualitas dari beberapa Negara seperti Kanada, Rusia, Amerika, dan Jerman,” ungkap Ratih.
Ketika koleksinya sudah cukup ‘berbobot’ maka Ratih memberanikan diri mengikuti kontes. Hasilnya beberapa ‘anak asuh’ Ratih seperti Midnite Show, Mr Van, Mirabel, Kiss Me, dan I Love You Too meraih penghargaan di tingkat regional Jatim dan nasional. Mereka bahkan pernah memperoleh prestasi di ajang International Cat Show yang diadakan di Jakarta maupun Bandung.
Dengan adanya kucing-kucing impor yang berkualitas, Ratih pun resmi menjadi cattery (breeder yang berhak mengeluarkan sertifikat) dengan nama MY TLC. TLC adalah singkatan Tender Loving Care artinya Cattery yang merawat kucing-kucingnya dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Tahun 2003, MY TLC resmi menjadi cattery yang berstandart internasional dengan menjadi anggota cattery di FIFe (Feline International Federation) yang bermarkas di Swiss.
Tak hanya itu. Ratih juga aktif dalam organisasi ‘perkucingan’ yaitu Indonesian Cat Association (ICA). Perhatiannya yang besar pada satwa jinak ini pula yang akhirnya menempatkan Ratih sebagai Ketua ICA Korwil Jatim.
“Kucing Persia itu jenis hewan yang tak banyak bersuara, mudah beradaptasi dengan binatang lain maupun anak kecil. Karena itu saya lebih suka memeliharah kucing Persia ketimbang kucing ras lain,” jelas Ratih yang bercita-cita memiliki rumah sakit hewan ini.
Menurut Ratih, puluhan kucing kesayangannya itu rutin menjalani latihan olah tubuh dengan lari-lari di taman belakang rumah atau bagian lain di rumah berukuran besar tersebut selama dua jam setiap hari. “Ibaratnya, tidak ada satu ruangan pun yang dilarang bagi kucing untuk bermain,” tegasnya sambil tersenyum.
Meski begitu, lanjut Ratih, kucing jantan, kucing yang hamil dan anakan yang kurang dari tujuh bulan, mendapatkan tempat khusus saat bermain. Tujuannya agar kucing jantan tidak berkelahi dengan kucing jantan yang lain, bagi kucing yang hamil tidak mengalami keguguran dan bagi kucing anakan tidak mengalami cedera patah tulang. *

Harus Rajin Potong Kuku

Jangan bayangkan hidup bersama puluhan ekor kucing Persia selalu menikmati kegembiraan menyaksikan tingkah mereka yang lucu. Perhatian penuh sang pengasuh juga dibutuhkan ketika binatang keturunan harimau ini sedang mengalami sakit.enurut Ratih, penyakit yang biasa menyerang kucing trah Persia ini nyaris tak beda dengan manusia. Selain flu (pilek), kucing berhidung pesek ini juga bisa kena sariawan, sakit mata, dan jamur kulit.
Dan penyembuhannya ternyata juga tak susah karena bisa diberi obat yang biasa dikonsumsi manusia jika sedang sakit yang sama. Kalau kena flu misalnya, bisa diberi Amoxycilin jenis sirup kering. Untuk daya tahan, kucing jenis ini bisa pula diberi Natur E atau Curmino.
“Tapi, dosisnya disesuaikan. Untuk kucing cukup seperempat dosis yang biasa dikonsumsi anak-anak,” papar Ratih yang kini tercatat sebagai mahasiswa D-3 Veteriner/Kesehatan Hewan di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Dan jika terkena sakit mata, menurut Ratih, cukup diusap dengan kapas yang sudah dibasahi dengan cairan boorwater.
Namun, pengobatan yang dilakukan sendiri itu pun ada batas toleransinya. “Kalau sampai tiga hari nggak juga sembuh kita harus segera konsultasikan dengan dokter,” tegasnya.
Perhatian juga diperlukan untuk memotong kukunya secara rutin setiap minggu sekali, sehingga kucing-kucing manis ini tak sampai melukai temannya atau mencakar benda-benda di rumah. Selain itu, kesehatan telinga kucing Persia juga perlu diperhatikan dengan membersihkan setiap hari.
Ketika sang kucing Persia betina melahirkan juga perlu pertolongan. Pasalnya, waktu melahirkan anaknya sang induk melalui proses cukup berat. Bentuk kepalanya yang bulat membuatnya cukup sulit keluar. Dan begitu sudah lahir, maka sang induk sibuk sendiri menyembuhkan rasa sakit sehingga tak mempedulikan anaknya.
Karena itu,”Kita harus sigap segera membuka selaput plasenta yang masih menutup tubuh bayi kucing itu serta memotong tali pusarnya,” papar Ratih. **

21 Maret 2008

Jumping @ Rusun Urip (4-tuntas)


Awal dan akhir, adalah titik yang sulit. Maka perjalanan terasa jadi panjang untuk menggapai ujung.
Hari-hari setelah kecelakaan, masuk rumah sakit, dan menjalani perawatan, dan dilanjut obat jalan, termasuk beberapa kali control ke dokter Erwin, Alhamdulillah, semua berjalan lancar dan baik. Sebulan patuh tanpa aktivitas bermotor secara langsung. Bukan berarti sama sekali tidak pergi keluar rumah. Bahkan aku cuma dua minggu menjalani istirahat total, setelah itu sudah tidak tahan untuk tidak menjenguk kantor.
8 Juli 2007……..inilah pertama kalinya bisa menikmati ‘segar’nya kenikmatan sebuah aktivitas liputan seperti hari-hari sebelumnya. Siang itu, aku hadiri acara ulang tahun pernikahan ayahanda Ita Purnamasari di WTC. Tentu masih dengan tangan ‘tergantung’.
Awalnya dibonceng. Beberapa kali kegiatan di rumah kadang kujalani dengan menggunakan moda transportasi komuter, Pagerwojo-Giant. Juga angkutan kota (angkot) bison atau angkot JSP (Joyoboyo Sidoarjo Porong). Rutinitas baru yang harus kulewati hari ke hari, minggu ke minggu, hingga sebulan. Hingga genap dua bulan, aku minta agar bisa membawa mobil atau motor sendiri.
Alasannya jelas agar lebih menghemat. Karena jika naik angkutan umum, setiap hari harus siap ongkos sekitar Rp 10.000. Uang segitu bisa untuk mengisi BBM motor selama dua hari. Belum lagi soal waktu yang terbatas. Aku tidak bisa pulang larut malam kalau mengandalkan angkot. Dari depan kantor angkot yang arah A Yani hanya sampai pukul 21.00 atau 21.30. Beruntung jika bisa bareng Anas….bisa sampai depan pintu masuk perumahan. Tapi nggak enak juga tiap hari, meski dia sering memaksa. Aku tak ingin merepotkan orang, apalagi jika terlalu sering. Karena aku belum tentu bisa berbuat yang sama pada mereka.
Alhamdulillah, masa-masa sulit itu cepat berlalu. Berkat ketaatan pada ‘petunjuk’ dokter Erwin, semua bisa kulewati dengan mudah. Tanpa terjadi ‘petaka’ seperti yang sering dia ingatkan dengan mengambil contoh pasien-pasiennya yang ‘nakal’.
Akhirnya aku kembali ke ‘kehidupan malam’. Habitat yang rasanya sulit aku tinggalkan sebagai akibat ‘insomnia’. Berkumpul dengan komunitas di Colors Pub, Van Java, Vista Sidewalk CafĂ©, dan juga LCC Club. Welcome back….to the nightlife!!!