28 Desember 2007

Jazz Tiga Jaman

Musik jazz memang tak lagi segmented. Musik jazz kini bisa dinikmati untuk segala usia. Atmosfer itulah yang coba disajikan lewat kemasan Friday is Jazz Day di Vista Sidewalk Café, Jumat (21/12) lalu.
Untuk memenuhi segala usia itu pula bintang tamu yang dihadirkan malam itu mewakili jamannya masing-masing. Ireng Maulana yang populer di era ‘60an, Johan Untung di tahun 1980, dan Tata, artis pendatang baru yang hadir di tengah jazz mania tahun 2000.
“Gimana lagu saya tadi? Masih enak kan suara saya? Meski sudah tua gini saya masih bisa nyanyi enak, kan? Awas kalau ada yang berani bilang suara saya nggak enak!” Meski diucapkan dengan nada keras, kalimat yang diucapkan Ireng Maulana tersebut tentu sekadar kelakarnya.
Usai membawakan tembang Putih-Putih Si Melati karya almarhum Sudarnoto, penggagas Jak Jazz Festival ini mencoba berinteraksi dengan penggemarnya yang memadati pelataran parkir Hotel Garden tersebut. Dan malam itu, pemilik nama Eugene Lodewijk Willem Maulana masih menunjukkan kelasnya. Terbukti sejumlah komposisi menarik yang dibawakannya seperti Unchained Melody, dan We’re In This Love Together mendapatkan aplaus meriah jazz mania di Vista Sidewalk Cafe. Surabaya All Stars yang mendapat bagian mengiringi jazzer gaek ini bisa mengimbangi dengan baik.
Tak hanya menyanyi. Pentas yang juga menutup agenda akhir tahun ini juga diwarnai dentingan gitar yang dimainkan Ireng Maulana. Suasana jadi kian menarik ketika Ireng ‘menantang’ sang pendekar gitar Indonesia asal Surabaya, Tri Wijayanto untuk ngejam.
Sebelumnya, artis jazz pendatang baru, Tata mengisi panggung dengan sejumlah komposisi jazz mancanegara. “Saya memang biasa membawakan lagu-lagu jazz dari luar (negeri),” kata artis yang bulan Mei 2007 lalu merilis album solo produksi Sangaji Records.
Penyanyi yang aslinya bernama Dyah Purwitasari ini menambahkan, sebetulnya dia senang dengan semua jenis musik. Tapi, lantaran label yang memproduksi album perdananya itu cenderung menghadirkan komposisi bernada jazzy, maka Tata ikut terimbas image label tersebut. Pentas ketiga bintang jazz itu benar-benar klimaks ketika Johan Untung dan Tata duet membawakan Spain untuk memenuhi request tamu. Selain Surabaya All Stars, Friday is Jazz Day, Jumat (21/12) itu juga menampilkan Konzep Band, dan Gondo & Friends. [surya, 26 Desember 2007]

27 Desember 2007

Cinta Pertama, Tak Kan Terlupakan

Masih ingat film Selamanya? Film garapan sutradara Ody C Harahap itu mengangkat tema begitu kuatnya cinta pertama antara dua remaja. Begitu kuatnya sehingga hadirnya orang baru, Nina dalam kehidupan Bara (Dimas Seto) tak menggoyahkan api cinta yang sempat padam lantaran sosok Aristha (Julie Estelle) tak disukai keluarga Bara.
Pertemuan kembali dua insan manusia ini membuat api cinta mereka kembali bersemi. Apalagi –sebagai penambah romantisme film—Aristha diketahui terperosok dalam jeratan Narkoba setelah berpisah dengan Bara. Sementara Nina yang tak mau diduakan, akhirnya rela melepas Bara kembali ke pelukan Aristha.
Kisah nyaris sama. Tapi yang ini bukan fiksi. Realita kenangan masa lalu yang bersemi kembali itu sempat dialami pasangan selebriti Meisya Siregar dan Bebi ‘Romeo’. Jalinan kasih mereka sempat putus di tengah jalan lantaran Meisya tidak dapat menerima sifat asli Bebi yang dianggapnya terlalu cuek.
Meisya kemudian bahkan sempat menikah dengan pria lain, Rudi Gusnadi tahun 2001. Hanya bertahan selama dua tahun, wanita yang aslinya bernama Meisya Najelina Siregar ini pun cerai. Janda cantik ini lalu kembali dekat dengan cinta lamanya, Bebi Romeo.
”Dia (Bebi) dulu orangnya cuek. Sudah gitu protect banget sama aku. Aku tidak suka dengan dia, makanya kami putus dan aku menikah. Setelah cerai, dan bertemu kembali, dia malah berubah. Mungkin ini yang namanya jodoh kali yah,” kata Meisya.
Saat ini, Meisya dikarunia tiga orang anak dari pernikahannya dengan Bebi. Dirinya juga mengaku tak ingin gagal untuk yang kedua kalinya dalam menjalani tali pernikahan. Oleh karena itu, gadis berdarah Batak ini selalu mengkomunikasikan segala persoalan antara dirinya dengan Bebi.
”Pokoknya kalau ada masalah berusaha untuk diselesaikan cepat. Aku banyak belajar dari perceraian yang pertama. Sebagai manusia aku nggak mau gagal kedua kalinya dalam membina rumah tangga,” tuturnya.
Kata ‘putus’ memang bukan akhir segalanya. Ketika ‘kita putus!’ terucap, bukan berarti setelah itu tak ada lagi rasa kangen dalam diri kita. Tak ada rasa kehilangan dalam diri ini. yang terjadi bisa jadi sebaliknya: ingin kembali lagi!
Ketika rasa cinta itu masih ada, bahkan meskipun si mantan sudah punya yang baru, kata balik itu tetap terdengar, dan masih bisa diperjuangkan. Kan kata orang ‘selama janur belum melengkung’ masih punya kesempatan untuk mendapatkan seseorang yang kita ingini. Apalagi dia pernah menjadi bagian dalam hidup kita.
Soulmate. Rasanya itulah alasan tepat jika kita sukar melupakan first love. Maka ketika kita terlibat konflik dengan pasangan kita lalu di puncak kemarahan terucap kata ‘putus’, setelah itu sulit bagi kita melupakan sang mantan. Di saat seperti itu –meski kita sudah mendapat pengganti, rasanya hanya mantan kita itu yang serba pas, dan bisa mengerti diri kita. Dan perasaan yang sama juga dipendam oleh mantan kita.
Jika ini yang kita rasakan, maka jika cinta lama bersemi kembali tentu jadi sah-sah saja.
Meski keinginan untuk ‘balik’ begitu kuat, bukan berarti kita bisa langsung ‘teklek nyemplung kalen’ (kembali ke cinta yang lama). Ada ‘syarat’ yang harus dipenuhi, seperti lirik lagu Bukan Permainan yang dibawakan Gita Gutawa, “Bila nanti aku pergi, jangan lagi panggil ku kembali. Kita bisa balik lagi… pisah lagi… Apa kau mengerti, bahwa ini bukanlah… bukan permainan…”Jelas, jangan sampai alasan balik itu sekadar untuk permainan. Sehingga peristiwa putus nyambung kembali berulang. Juga bukan lantaran nggak tega ketika sang mantan minta kembali lalu kita sambut keinginannya balik itu. Karena jika itu yang terjadi bukan tak mungkin putus nyambung lagi. Capek deeeeh!! *